Entahlah, sampai kapan ini akan berlalu
Berharap disudut pojok nan jauh disana ada titik terang, ada sepucuk benih harapan yang bisa mengembalikan kepecaryaan diri,
Telah lama, yah cukup lama setahun lebih, kepercayaan ini tak kunjung tiba, Menjadi bumerang dalam performa, pergaulan dan juga iteraksi sosial.
Begarap masih ada jalan dan kejutan
Catatan Syukur
Sabtu, 11 Juni 2016
Sabtu, 26 Maret 2016
Kompetisi Olahraga Masyarakat Indonesia di Belanda “Ambassador Cup” 2015
Ambassador Cup 2015, acara
kompetisi tahunan, kembali digelar di Wageningen tepatnya di Sport Center De
Boungerd, Wageningen University and Research pada tanggal 10 Oktober 2015
lalu. Acara yang didukung dan disponsori
oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Belanda melalui kerjasama
Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Wageningen ini, mempertandingkan beberapa
cabang olah raga seperti Bola Voly, Badminton, Tenis Meja dan Tenis
Lapangan.
Laporan Ketua Panitia (It's me)
Acara yang bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi dan kekeluargaan antar sesama orang Indonesia, diikuti oleh pelajar yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia dari berbagai kota Belanda dan juga organisasi masyarakat seperti PPNI dan Al-Ikhlas. Meskipun acara ini berlangsung hanya sehari, namun kegiatan kompetisi ini berlangsung sangat meriah dimana nampak animo dan antusias peserta semakin meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Seperti yang dikemukakan oleh ketua panitia Ambassador Cup 2015, Syukur yang merupakan mahasiswa master Biotechnology di Wageningen University, melaporkan bahwa jumlah peserta meningkat secara significan dibandingan ditahun sebelumnya. Tahun ini sebanyak 271 peserta yang tergabung dalam 17 kontingen dari seluruh penjuru Belanda.
Peserta Ambassador Cup (AC) 2015
Acara kompetisi Ambassador
Cup 2015 ini, dibuka secara resmi oleh Bapak H.A. Ibnu Wahyutomo, selaku Wakil
Kepala Perwakilan KBRI kota Den Haag dan ditemani pleh Bapak Hari Bambang
Wibisono selaku Atase Pendidikan dan Kebudayaan. Pembukaan kegiatan diawali dengan penyambutan
peserta dan kontingen, dan kemudian pembuakaan secara simbolis oleh Bapak Ibnu
elalui service bola voly. Barulah kemudian, pertandingan perdana babak
kualifikasi dari semua cabang olah raga dimulai sekitar pukul 11 siang.
Selingan Pembukaan Tari Saman PPI Wageningen
Semangat bertanding dan jiwa
sportifitas nampak begitu meriah yang diperlihatkan oleh masing-asing peserta
ataupun kontingen selama pertandingan berlangsung. Teriakan dan dukungan juga nampak yang
dilakukan oleh para supporter untuk mendukung dan menyemangati perwakilan
mereka yang sedang bertanding dan berjuang untuk menjadi pemenang dan
mendapatkan medali. Setelah kurang lebih
6 jam pertandingan, babak pengisihan telah selesai dan dimulai dengan babak semifinal
dan babak final. Dari hasil pertandingan, kontingen PPI DELFT berhasil merebut
2 medali emas masing-masing untuk kategori tunggal putra dan ganda pada cabang
bulutangkis. Kontingen PPNI hanya
berhasil memperoleh 1 emas untuk kategori tunggal putri. Medali perunggu dikumpulkan oleh kontingen
tuan rumah PPI Wageningen (tunggal putri dan ganda) serta KBRI Kota Den Haag
untuk tunggal putra. PPI Wageningen
hanya memperoleh satu emas pada cabang tenis lapangan kategori ganda sedangkan
untuk tunggal direbut oleh kontingen MBI.
Untuk medali perak baik ganda maupun tunggal diborong oleh kontingen
PPNI. Di cabang tenis meja peraih medali
meliputi PPI Endhoven (tunggal) emas, PPNI emas untuk kategori ganda dan perak
untuk tunggal serta perak direbut oleh KBRI Kota Den Haag untuk kategori ganda. Pada cabang bola voly, PPI Eindhoven keluar
sebagai peraih emas setelah mengalahkan kontingen KBRI Kota Den Haag (peraih
perak).
Supporter
Penutupan acara Ambassador
Cup 2015 diakhiri dengan penyerahan
medali dan hadiah kepada masing-masing pemenang. Penyerahan ini dilakukan oleh Bapak Bambang
dan dibantu oleh Ketua Panitia. Dari
hasil kalkulasi perolehan medali, kontingen PPNI berhasil menjadi juara umum
dan berhak mendapatkan piala bergilir Ambassador Cup yang ditahun sebelumnya
dipegang oleh kontingen Al-Ikhlas. PPNI
berhasil mengumpulkan 2 medali emas dan 3 medali perak. Selain penyerahan hadiah, Ambassador Cup 2015
ini juga ditutup dengan sesi foto bersama para pemenang, peserta dan juga
panitia.
Para Pemenang AC 2015
Panitia AC 2016
Jumat, 25 Maret 2016
Jumat, 08 Februari 2013
Pengelolaan dan Pengembangan Pulau Luar Indonesia
Secara formal, Indonesia telah
diakui oleh masyarakat internasional sebagai negara kepulauan yang tertuang
dalam konvensi Hukum Laut Internasional atau United Nations Convention On the Law Of the Sea (UNCLOS-III) pada
tahun 1982 dan telah diratifikasi oleh Indonesia dalam Undang-undang No. 17
tahun 1985.Sebagai konsekuensinya, Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk
memperjelas dan menegaskan batas wilayahnya dalam bentuk peta dengan skala yang
memadai untuk menegaskan posisinya atau dapat pula dibuat daftar koordinat
geografis titik-titik garis pangkal untuk menarik garis pangkal kepulauan
disertai referensi datum geodetis yang diperlukan, yang menggambarkan perairan
pedalaman, laut teritorial, zone tambahan, zone ekonomi eksklusif (ZEE), dan
landas kontinen wilayah perairan Indonesia.
Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau yang beberapa
diantaranya merupakan pulau-pulau yang berbatasan dengan negara tetangga atau
dapat disebut dengan pulau perbatasan atau pulau terluar.Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor
78 Tahun 2005, Indonesia memiliki 92 pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga
seperti Malaysia, Vietnam, Filipina, Palau, Australia, Timor Leste, India, Singapura dan Papua Nugini. Diantara
92 pulau terluar ini, ada 12 pulau yang harus mendapatkan perhatian serius
dintaranya: pulau Rondo, pulau Berhala, pulau Nipa, pulau Sekatung, pulau
Marore, pulau Miangas, pulau Fani, pulau Fanildo, pulau Bras, pulau Batek,
pulau Marampit dan pulau Dana karena posisi dan keberadaannya sangat rentan
dipengaruhi oleh negara-negara tetangga.
Gambar 1. Pulau-Pulau Terluar Indonesia (http://ririungan.blogspot.com/)
Pulau-pulau terluar memiliki arti
strategis sebagai titik dasar
dari garis pangkal
lurus kepulauan Indonesia
dalam penetapan wilayah perairan
Indonesia; zona ekonomi
ekslusif Indonesia, dan
landas kontinen Indonesia; sebagai
beranda depan Negara
Republik Indonesia; dan
sebagai kawasan lalu lintas
pelayaran internasional. Selain itu, memiliki kekayaan
sumberdaya alam dan
jasa-jasa lingkungan (environmental services)
yang sangat potensial
untuk pembangunan ekonomi.
Wilayah perbatasan Indonesia
khususnya yang berkaitan dengan pulau-pulau terluar, masih dihadapkan
padapermasalahan kejahatan perbatasan seputar pelanggaran batas
wilayah,penyelundupan barang dan orang, infiltrasi terorisme, penangkapan ikan
ilegal,illegal logging, dan kejahatan HAM.Berbagai bentuk pelanggaran ini
kemudian memberikan dampak seriusterhadap dimensi kedaulatan negara dan
keamanan warga negara. Hinggasaat ini, Indonesia masih memiliki wilayah laut
yang ‘mengambang’ statusnyajika dilihat dari perspektif hak berdaulat (Zona
Tambahan, Zona Ekonomi Ekslusif,dan Landas Kontinen) sehingga seringkali memicu
konflik.
Hingga saat ini, batas wilayah
Indonesia dengan 10 negara tetangga belum seluruhnya terselesaikan yaitu dengan
Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Vietnam, India, Palau, Papua Nugini,
Timor Leste dan Australia. Salah satu permasalahan di perbatasan yang paling
fenomenal adalah sengketa Sipadan-Ligitan antara Indonesia dan Malaysia pada 17
Desember 2002, Bangsa Indonesia dikejutkan dengan keputusan Mahkamah
Internasional mengenai hak kepemilikan Malaysia yang sah atas Pulau
Sipadan-Ligitan.Berkaca pada peristiwa tersebut, maka setidaknya ada dua
permasalahan utama di perbatasan Indonesia yang harus segera diatasi. Pertama, belum adanya penetapan dan peraturan
yang jelas mengenai batas wilayah Indonesia, terutama untuk wilayah laut.
Kedua, tidak adanya wewenang yang jelas dalam pengelolaan pulau-pulau
perbatasan atau terluar.
Pengelolaan pulau-pulau
terluar terutama pulau-pulau
yang berbatasan langsung dengan negara
tetangga dilakukan setidaknya membawa
tiga misi yaitu; menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Repubfik
Indonesia, keamanan nasional, pertahanan negara,
dan menciptakan stabilitas
kawasan, pemanfaatan sumber daya
alam dalam rangka
pembangunan berkelanjutan dan memberdayakan
masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
Konsep pengelolaan dan pengembangan
pulau-pulau terluar Indonesia sebagai bentuk pertahanan dini terhadap ancaman
pengambilalihan hak kepemilikan dapat dilakukan melalui beberapa model
pengelolaan dan pengembangan seperti Realisasi Pengakuan Seluruh Kepulauan
Indonesia, Optimalisasi UU no 22 Tahun 1999, Pembuatan Daerah Wisata, Progam
Kuliah Kerja Lapang (KKL) Universitas, Meningkatkan Aksesibility Ke Pulau-Pulau
Terluar serta diperlukan upaya
Monitoring dan Evaluasi. Bentuk kerangka
konseptual dan rekomendasi solusi tersebut dapat menjadi langkah awal dalam
upaya penataan kembali pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dengan tetap
melibatkan seluruh pemangku kepentingan, sehingga terciptanya kedaulatan dan
stabilitas nasional.
Jalan Menuju Eiffel, Perancis
Dari
mimpi, yang diikuti dengan doa dan usaha insyaAllah cita-cita itu bisa
tercapai. Kalimat inilah yang selalu menjadi motivasi saya hingga akhirnya bisa
melanjutkan studi di negeri Napoleon, Perancis. Setelah menyelesaikan studi S1
pada program Besiswa Unggulan Abalone, Program Studi Budidaya Perairan (BDP),
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Universitas Haluoleo (Oktober
2010), saya melanjutkan studi dengan mendaftar di salah satu universitas di Jawa “Universitas
Diponegoro” (UNDIP) pada program Magister Manajemen Sumberdaya Pantai (MSDP) Konsentrasi
Perencanaan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan (PPSK), tahun 2011 dan lulus
melanjutkan studi di University of La Rochelle “Université de La Rochelle”
(ULR), Perancis tahun 2012 melalui beasiswa Double Degree Indonesia Perancis
(DDIP), Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI). Program magister ini merupakan program double
degree yang didesain dimana mahasiswa melaksanakan perkuliahan tahun pertama (M1) di
Indonesia dan tahun kedua di Perancis (M2), (termasuk
melakukan penelitian untuk thesis) dengan
persyaratan-persyaratan tertentu.
Memang benar, namanya kuliah pasti tidak enak dan
tentunya super sibuk. Apalagi untuk taraf S2 yang menuntut mahasiswa untuk
mengembangkan konsep-konsep dengan pola pikir kritis dan ide-ide cemerlang. Dosen-dosen
yang memberikan kuliah dengan kualifikasi doctor dan professor yang tentunya
menuntut mahasiswa untuk bisa mengikuti pola pikir dan teknik pengajaran
mereka, yang sangat jauh berbeda dengan jenjang S1.
Bercerita tentang pengalaman kuliah di tahun pertama
(UNDIP), banyak kenangan yang secara pribadi tak terlupakan. Namanya juga program double degree, proses
perkuliahan selama setahun (tapi sbenarnya hanya 8 bulan), semua mata kuliah,
proses persiapan dan seleksi pemberangkatan dilakukan selama jangka waktu
tersebut. Seumur-umur baru kali pertama melakukan perkuliahan (kuliah materi
megister dan kursus bahasa) dari 07.00 pagi hingga 17.00 sore (Senin-Kamis,
terkecuali Jum’at hanya setengah hari).
Sebenarnya untuk mata kuliah megister sendiri hanya membutuhkan 3-4 jam
sehari, selebihnya digunakan untuk kursus bahasa Perancis. Terkadang berfikir,
sebenarnya yang menjadi mata kuliah adalah bahasa Perancis sedangkan kursunya
adalah mata kuliahnya (yah begitulah).
Bukan kuliah namanya jika bebas dari tugas. Dengan jam perkuliahan yang padat,
sampai-sampai saya pribadi tidak bisa membagi waktu (sehingga beberapa kali
tidak mengikuti perkuliahan (kursus bahasa), karena harus menyelesaikan
tugas-tugas kuliah). Ternyata hal ini, tidak hanya terjadi pada saya, tetapi
pada teman-teman yang lainnya. Hingga
beberapa kali kejadian, mahasiswa yang mengikuti kursus sangat sedikit dan
bahkan tidak mencukupi setengah, sehingga menyebabkan pengajar bahasa menjadi
marah (yah, apa boleh buat…!!!).
Pasukan MSDP 2011
Kursus bahasa perancis, seru, mengesankan, menegangkan
dan membosankan juga sih….! Tanggal 21 September 2011, hari pertama mengenal,
mengetahui, melihat dan mendengar bahasa perancis. Dengan basic “zero” yang sama (sekelas
sebanyak 25 mahasiswa), kami memulai belajar bahasa perancis. “Lucu”, itu tanggapan awal saya pada saat
itu. Bagaimana tidak, kami belajar
bahasa tersebut seolah-olah sebagai anak yang baru mulai berbicara. Sesekali
menoleh ke arah teman-teman dengan serius dan bentuk mulut yang tidak karuan,
mempraktekkan bahasa tersebut (sebenarnya saya juga sih..hahhahahaa). Berawal
dari pengucapan alphabet, aturan grammer, menghafal kosa kata, menyusun sebuah
kalimat hingga mempraktekkan dalam sebuah percakapan dan tulisan. Bersyukur, kami diajar oleh dosen-dosen yang
telah mahir berbahasa perancis dan beberapa native speaker perancis. “Seru”
ketika diajar oleh native speaker, diawal seolah-olah belajar 2 bahasa, karena
untuk mengetahui apa yang diajarkan, kita harus menerjemahkan kedalam bahasa
inggris (hehehhee). Beberapa lama
kemudian, menjadi “menegangkan”. Bagaimana tidak, dengan kemampuan kami yang
masih minim, native speaker memberikan pertanyaan dan memaksa untuk menjawab
tanpa boleh melihat kamus dan bertanya kepada teman yang lain (teman yang lain
nggak mau ambil resiko juga karena takut pertanyaannya beralih ke-dia atau
diceramahi). Karena persistiwa ini pula beberapa teman-teman biasanya menjadi
takut mengikuti kursus dan bahkan tidak mau masuk. “Membosankan” kalo ini biasanya terjadi pada
saya pribadi. Jika malamnya sudah
begadang ataupun tidak mempunyai cukup waktu untuk istirahat, proses kuliah
maupun kursus tidak ada yang tersangkut, yang ada hanya menguap tanpa henti.
Apalagi didukung angin sepoi-sepoi AC, mengantuknya bertambah. Dampkanya,
terkadang menjadi bosan dan kepingin pulang lebih awal.
Untuk lanjut ke Perancis, bukan hal yang mudah. Beberapa persyaratan yang wajib dipenuhi oleh
seorang kandidat untuk bisa lulus. Nilai
IPK > 3,50, memiliki project research, dan memiliki standar nilai bahasa
perancis (DELF). Selain itu, kandidat
harus bisa mempresentasikan project research (meskipun belum tentu sama yang
akan diteliti pada saat lulus di Perancis) mereka didepan profesor perancis
yang datang secara langsung untuk menyeleksi.
Dengan kuota beasiswa yang terbatas hanya sekitar 5-6 orang, kami
sejumlah 25 mahasiwa harus bersaing satu sama lainnya.
Proses seleksi oleh
professor dari perancis dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada bulan Oktober
(2011), serta Maret dan April (2012).
Seleksi pertama, bertindak sebagai penyeleksi Dr. Gilles Radenac dari
Université de La Rochelle (URL), seleksi kedua dilakukan oleh Prof. Nathalie
Bourguignon dari Université de Bretagné Occidental (UBO) dan Prof. Valérie
Stiguard dari Université de Bretagné Sud (UBS), dan seleksi ketiga oleh Dr.
Julien Thébault dari Université de Bretagné Occidental (UBO). Pada proses seleksi, kami mempresentasikan research
project yang akan diteliti. Saya pribadi memperesentasikan tentang “THE EFFECT
OF γ -AMINOBUTIRYC ACID (GABA), HIDROGEN PEROKSIDA (H2O2) AND MUCUS ON
SETTLEMENT RATE OF LARVAE ABALONE Haliotistu
berculata atau L'EFFET DE γ-AMINOBUTYRIQUE ACID (GABA), HYDROGENE PEROXYDE
(H2O2) ETDE MUCUS SUR LE TAUX DE LA FIXATION DE LARVE DE L’ABALONE Haliotis tuberculata”. Pada seleksi
pertama kami menggunakan bahasa Inggris (karena baru mengikuti kuliah bahasa
selama 2 minggu). Tahap seleksi kedua,
dengan kemapuan seadanya, kami mencoba mempresentasikan dalam bahasa perancis. Untuk seleksi ke-3 dilakukan via skype dan
tidak semua mahasiswa yang berhasil lulus untuk presentasi ketiga ini. Saat itu, saya salah satu mahasiswa yang
tidak terseleksi untuk lulus mengikuti seleksi tersebut. Betapa sedihnya kala itu, serasa jatuh dan
tidak mempunyai kesempatan lagi untuk lulus di Perancis (Stress melanda). Namun, kepercayaan selalu memotivasi bahwa
jika sudah menjadi rejeki saya,
bagaimanapun dan apapun caranya, insyaAllah saya akan mendapatkannya. Proses demi proses berlanjut hingga akhirnya bulan
Juni 2012 keluarlah 7 nama yang berhasil terseleksi dan mendapatkan Letter of
Acceptance (LoA) dari beberapa universitas yang berbeda dengan dua jenis
beasiswa (BU BPKLN dan BU DIKTI). Saya
sendiri, Alhamdulillah berhasil mendapatkan LoA di University of La Rochelle
(Université de La Rochelle).
Yeah Pose Depan Rektorat Kampus ULR
Perjuangan belum berakhir sampai disitu. Saya pibadi,
harus berkali-kali pergi-pulang Jakarta-Semarang untuk mengurus berkas-berkas
di DIKTI, paspor, visa dan beberapa persyaratan lainnya. Perjalanan Semarang ke Jakarta sudah seperti
Kendari-Moramo (Kampung saya) karena keseringan. Tidur di kerata dan menginab di Stasiun bukan
hal yang lumrah lagi bagi saya. Banyak
kenangan di Jakarta, mandi di stasiun hingga dempet-dempetan di busway. Bahkan, si penjaga kamar mandi di stasiun
Pasar Senen tempat saya biasa mandi pagi dan juga numpang sholat diruangan
khususnya, hafal dengan muka saya. Begitu keras perjuangan, dan hingga akhirnya
saya meyakini bahwa “untuk mendapatkan buah yang manis, kita harus bekerja keras
terlebih dahulu”.
Saat ini saya sedang kuliah
di program Master 2 di bawah fakultas “Science pour l’Environnement (Ilmu
Lingkungan), Spécialité Écologie et Dynamique des Littoraux et Estuaires
(Spesialisasi Ekologi dan Dinamika Pantai dan Estuari), Université de La
Rochelle, France. Sekarang saya sedang melakukan research mengenai Pencemaran
Teluk Kendari, lebih spesifik dengan judul “Evaluation de la Toxicité de
Sédiment de la Biae de Kendari (Sulawesi, Indonésie) par l’Utilisatin Bio-essai
(Evaluasi Tingkat Toksisitas Sedimen Teluk Kendari Melalui Bio-essai). Dalam penelitian ini, saya akan menggunakan larva bulu babi (Paracentrotus lividus) dan kerang (Crassostrea gigas) dengan indikator
tingkat kenormalan dan biodisponibility larva.
Persentasi Tugas Kelompok
Akhir kata, semoga sepenggal
kisah ini dapat mejadi pelajaran dan motivasi bagi teman-teman yang mempunyai
keinginan untuk melanjutkan studi di luar negeri khusunya di Perancis. Mohon doa dan dukungannya, agar saya dan
teman-teman yang lain bisa selesai dan lulus sesuai dengan harapan… (Amin),..!
Best Regards
Rabu, 28 November 2012
Permasalahan Ekologi Pantai Berbatu
Pantai berbatu atau rocky shore merupakan salah satu jenis pantai yang tersusun oleh batuan induk yang keras seperti
batuan beku atau sedimen yang keras atau secara umum tersusun oleh bebatuan.Dari
semua pantai, pantai ini memiliki berbagai organisme dengan keragaman terbesar
baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan.Populasi yang padat, keragamann
topografi dan banyaknya spesies, menjadikan pantai ini memiliki potensi baik
untuk kegiatan ekploitasi, ekplorasi maupun untuk tujuan hiburan seperti
rekreasi.Saat ini, pantai berbatu banyakdimanfaatkan
sebagai area rekreasi, pendidikan dan penangkapan.Tipe pemanfaatan berupa
eksplorasi, perjalanan, pemancingan dan kunjungan edukasi. Selain itu pula, biasanya para pengunjung pengunjung
mengambil organisme-organisme yang ada pada daerah tersebut untuk dikonsumsi,
umpan dan dipelihara dalam akuarium (Porter and Wescott, 2010).Disadarai bahwa pemanfaatan suatu
ekosistem termasuk ekosistem pantai berbatu untuk kegiatan ekplorasi dan
eskploitasi tentu akan memiliki dampak baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dampak inilah yang kemudian
akan mempengaruhi timbulnya permasalahan-permasalahan ekologis yang akan
berakibat fatal terhadap ekosistem tersebut.
Oleh karena itu diperlukan suatu pengelolaan yang tepat guna sehingga
permasalahan-permasalahan ekologis yang dapat timbul bisa diminimalisir.Pengelolaan ekosistem, khususnya daerah pantai
berbatu harus mepertimbangkan proses-proses ekologikal yang terjadi, dari
interaksi beberapa spesies tumbuhan dan hewan serta kondisi habitatnya. Proses-proses ini sangat komplex dan saling
berhubungan. Proses-proses tersebut dapat
berupa gangguan dan penyembuhan alami, invertebrata dan alga dipersal, tempat
persaingan dan pemanfaatan, interaksi predator serta adaptasi phisiologi dan
lainnya.Pengkajian pemanfaatan pantai berbatukhususnya
permasalahan ekologikal perlu dilakukan, untuk menyediakan informasi yang akan dijadikan
sebagai acuan dalam menyusun rencana pengelolaan dan pemanfaatan yang tepat
guna kedepannya.
Senin, 26 November 2012
Wisata Pohon Akar Nafas
Semua orang pasti tahu tentang
mangrove, tapi tidak semua orang tahu jikalau mangrove bisa dijadikan sebagai
tempat wisata. Mungkin orang akan bertanya, apa yang bisa dilihat dari
mangrove ? Apa daya tarik dari pepohonan-pepohonan tersebut ?
Di Indonesia, wisata hutan mangrove belum begitu familiar untuk masyarakat
karena memang baru beberapa daerah yang mulai mengembangkan seperti Bali dan
beberapa daerah di Jawa.
Berbicara tentang wisata khususnya yang berbasis alam, tentu sangat erat
kaitannya dengan nilai estetika yang dimiliki oleh alam tersebut yang bisa
dinikmati atau panorama alami yang memiliki daya tarik tersendiri. Nah pertanyaannya, nilai estetika apa yang
bisa dinikmati di hutan mangrove? Untuk
menjawab pertanyaan ini, terlebih dahulu kita harus mengetahui konsep apa dari
wisata mangrove itu sendiri.
Wisata mangrove merupakan wisata yang menampilkan panorama keindahan
mangrove bersama biota-biota yang hidup di hutan tersebut. Wisata mangrove pada dasarnya merupakan
wisata yang memberikan tawaran keindahan berupa lingkungan alami sehingga
disebut juga sebagai ekowisata atau ecotourism. Ekowisata sendiri, berdasarkan International Ecotourism Society didefinisikan
sebagai "a responsible travel to natural areas which conserves the
environment and improves the walfare of local people” sehingga ekowisata
didefinisikan sebagai suatu bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan
keaslian lingkungan alam, dimana terjadi interaksi antara lingkungan alam dan
aktivitas rekreasi, konservasi dan pengembangan antara penduduk dan
wisatawan.
Hutan mangrove yang secara umum
berada pada daerah atau kawasan pantai memiliki nilai estetika tersendiri
karena hutan ini berada pada daerah muara sungai atau biasa dikenal dengan
kawasan estuary. Dalam hutan ini, terdapat
tanaman mangrove, ikan dan hewan-hewan yang khas. Pohon mangrove dengan
bentuknya yang melengkung kesana-kemari, batang dengan tekstur yang tidak
merata dan kuat (yang bisa dipanjati), dedaunan lebat, rindang, bunga dan buah yang khas mangrove. Satu hal yang special dari mangrove, akarnya
selain fungsi lazimnya sebagai penopang dan menyerap makanan, juga berfungsi
sebaga “AKAR NAFAS” yang digunakan untuk bernafas oleh mangrove.
Ikan-ikan khas yang dapat ditemukan di mangrove seperti bandeng, ikan
gelodok yang dengan tingkahnya lompat-lompat, kepiting bakau dengan tekstur
badan keras, hitam, bersemayam diantara tanaman-tanaman mangrove,
kepiting-kepiting kecil yang saling berlomba masuk ketika ada arus ataupun
gangguan dari manusia. Belum lagi, hewan-hewan
daratan yang bisa dinikmati seperti monyet yang memanjat di pohon-pohon
mangrove dengan tingkahnya yang menggemaskan, burung-burung dengan warna-warni
dan berkicau bak bernyanyi yang seolah-olah memberikan sapaan kepada para
wisatawan. Begitulah gambaran singkat mengenai keindahan atau nilai estetika
yang ditawarkan pada ekosistem mangrove.
Meskipun demikian, disadari bahwa jika hanya mengandalkan pohon dan
hewan pada daerah tersebut tentu ini tidak akan menjamin keberlanjutan kegiatan
ekowisata. Oleh karena itu dibutuhkan campur tangan manusia melalui penambahan
fasilitas ataupun objek-objek tertentu yang bisa menambah daya tarik. Sebagai contoh kawasan ekowisata hutan mangrove
yang berada di daerah Wonorejo, Surabaya, Jawa Timur. Di daerah ekowisata tersebut telah ditambahkan
objek-objek pendukung lain seperti jembatan bambu yang dijadikan sebagai jalan
untuk menelusuri hutang mangrove, resto sebagai tempat untuk menikmati makanan
khas produk khas dari ekosistem mangrove seperti ikan bandeng dan kepiting
bakau, gazebo sebagai tempat peristirahatan dan kolam pemancingan yang
dijadikan sebagai area fishing sport.
Penambahan objek-objek pada ekosistem mangrove seperti di Wonorejo hanya
memperlihatkan sebagian kecil yang bisa ditambahkan. Sebenarnya banyak hal yang
bisa ditambahkan seperti penambahan wahana permainan anak-anak, area edukasi
yang berbasis pendidikan lingkungan mangrove dan pesisir serta objek-objek lain
yang berbasis lingkungan. Terlepas dari tujuan menambah nilai estetika ekosistem
mangrove, pada prosesnya penambahan sebaiknya tidak serta merta mengikuti
keinginan manusia akan tetapi harus mempertimbangkan aspek biologi dan
ekologinya. Seperti pada pembuatan
wahana berupa gazebo ataupun resto sebaiknya tidak dibuat dekat dengan kali
mangrove karena ini bisa berdampak negative terhadap pola sirkulasi air,
mengganggu area tempat ikan-ikan untuk mencari makan, bersembunyi ataupun untuk
memijah, dan ditakutkan aktifitas yang terlalu dekat dengan kali akan mengubah
ruaya biota yang terdapat pada daerah tersebut (khususnya ikan).
Pengembangan hutan mangrove sebagai area ekowisata memiliki segudang
manfaat tidak hanya dari segi ekologi dan biologinya tetapi juga dari segi
ekonomi dan sosialnya. Pada prinsipnya, hutan
mangrove yang dijadikan sebagai area ekowisata berdampak positif terhadap
meningkatnya partisipasi masyarakat local, meningkatkan nilai ekonomi, sebagai
area untuk penelitian dan pengembangan, mendukung upaya konservasi dan
pengelolaan lingkungan serta memberiakan solusi untuk permasalahan global
terkait perubahan iklim.
Indonesia memiliki potensi ekositem mangrove yang luas sehingga kegiatan
ini sangat menjanjikan. Namun, walaupun
demikian sebagai catatan kecil dalam pengelolaan ekosistem mangrove sebagai
ekowisata harus memperhatikan beberapa hal penting. Diantaranya, dalam
pengelolan sebaiknya sejak dini harus dipertimbangkan sampah hasil buangan para
wisatawan, penggunaan kapal/katinting sebagai sarana transportasi sebaiknya
diganti dengan perahu tanpa mesin untuk menghindari polusi suara dan polusi
bahan bakar yang digunakan serta yang paling utama, diupayakan kegiatan
ekowisata tidak sampai mempengaruhi atau mengubah keseimbangan ekosistem
terutama hewan-hewan yang hidup di kawasan tersebut akibat frekuensi dan kapasitas
wisatawan yang berkunjung yang meningkat.
Langganan:
Postingan (Atom)