Senin, 26 November 2012

Wisata Pohon Akar Nafas

Semua orang pasti tahu tentang mangrove, tapi tidak semua orang tahu jikalau mangrove bisa dijadikan sebagai tempat wisata.  Mungkin orang akan bertanya, apa yang bisa dilihat dari mangrove ? Apa daya tarik dari pepohonan-pepohonan tersebut ?
Di Indonesia, wisata hutan mangrove belum begitu familiar untuk masyarakat karena memang baru beberapa daerah yang mulai mengembangkan seperti Bali dan beberapa daerah di Jawa.
Berbicara tentang wisata khususnya yang berbasis alam, tentu sangat erat kaitannya dengan nilai estetika yang dimiliki oleh alam tersebut yang bisa dinikmati atau panorama alami yang memiliki daya tarik tersendiri.  Nah pertanyaannya, nilai estetika apa yang bisa dinikmati di hutan mangrove?  Untuk menjawab pertanyaan ini, terlebih dahulu kita harus mengetahui konsep apa dari wisata mangrove itu sendiri.
Wisata mangrove merupakan wisata yang menampilkan panorama keindahan mangrove bersama biota-biota yang hidup di hutan tersebut.  Wisata mangrove pada dasarnya merupakan wisata yang memberikan tawaran keindahan berupa lingkungan alami sehingga disebut juga sebagai ekowisata atau ecotourismEkowisata sendiri, berdasarkan International Ecotourism Society didefinisikan sebagai "a responsible travel to natural areas which conserves the environment and improves the walfare of local people” sehingga ekowisata didefinisikan sebagai suatu bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan keaslian lingkungan alam, dimana terjadi interaksi antara lingkungan alam dan aktivitas rekreasi, konservasi dan pengembangan antara penduduk dan wisatawan. 
Hutan mangrove  yang secara umum berada pada daerah atau kawasan pantai memiliki nilai estetika tersendiri karena hutan ini berada pada daerah muara sungai atau biasa dikenal dengan kawasan estuary.  Dalam hutan ini, terdapat tanaman mangrove, ikan dan hewan-hewan yang khas. Pohon mangrove dengan bentuknya yang melengkung kesana-kemari, batang dengan tekstur yang tidak merata dan kuat (yang bisa dipanjati), dedaunan lebat, rindang,  bunga dan buah yang khas mangrove.  Satu hal yang special dari mangrove, akarnya selain fungsi lazimnya sebagai penopang dan menyerap makanan, juga berfungsi sebaga “AKAR NAFAS” yang digunakan untuk bernafas oleh mangrove.
Ikan-ikan khas yang dapat ditemukan di mangrove seperti bandeng, ikan gelodok yang dengan tingkahnya lompat-lompat, kepiting bakau dengan tekstur badan keras, hitam, bersemayam diantara tanaman-tanaman mangrove, kepiting-kepiting kecil yang saling berlomba masuk ketika ada arus ataupun gangguan dari manusia.  Belum lagi, hewan-hewan daratan yang bisa dinikmati seperti monyet yang memanjat di pohon-pohon mangrove dengan tingkahnya yang menggemaskan, burung-burung dengan warna-warni dan berkicau bak bernyanyi yang seolah-olah memberikan sapaan kepada para wisatawan. Begitulah gambaran singkat mengenai keindahan atau nilai estetika yang ditawarkan pada ekosistem mangrove. 
Meskipun demikian, disadari bahwa jika hanya mengandalkan pohon dan hewan pada daerah tersebut tentu ini tidak akan menjamin keberlanjutan kegiatan ekowisata. Oleh karena itu dibutuhkan campur tangan manusia melalui penambahan fasilitas ataupun objek-objek tertentu yang bisa menambah daya tarik.  Sebagai contoh kawasan ekowisata hutan mangrove yang berada di daerah Wonorejo, Surabaya, Jawa Timur.  Di daerah ekowisata tersebut telah ditambahkan objek-objek pendukung lain seperti jembatan bambu yang dijadikan sebagai jalan untuk menelusuri hutang mangrove, resto sebagai tempat untuk menikmati makanan khas produk khas dari ekosistem mangrove seperti ikan bandeng dan kepiting bakau, gazebo sebagai tempat peristirahatan dan kolam pemancingan yang dijadikan sebagai area fishing sport
Penambahan objek-objek pada ekosistem mangrove seperti di Wonorejo hanya memperlihatkan sebagian kecil yang bisa ditambahkan. Sebenarnya banyak hal yang bisa ditambahkan seperti penambahan wahana permainan anak-anak, area edukasi yang berbasis pendidikan lingkungan mangrove dan pesisir serta objek-objek lain yang berbasis lingkungan. Terlepas dari tujuan menambah nilai estetika ekosistem mangrove, pada prosesnya penambahan sebaiknya tidak serta merta mengikuti keinginan manusia akan tetapi harus mempertimbangkan aspek biologi dan ekologinya.  Seperti pada pembuatan wahana berupa gazebo ataupun resto sebaiknya tidak dibuat dekat dengan kali mangrove karena ini bisa berdampak negative terhadap pola sirkulasi air, mengganggu area tempat ikan-ikan untuk mencari makan, bersembunyi ataupun untuk memijah, dan ditakutkan aktifitas yang terlalu dekat dengan kali akan mengubah ruaya biota yang terdapat pada daerah tersebut (khususnya ikan).
Pengembangan hutan mangrove sebagai area ekowisata memiliki segudang manfaat tidak hanya dari segi ekologi dan biologinya tetapi juga dari segi ekonomi dan sosialnya.  Pada prinsipnya, hutan mangrove yang dijadikan sebagai area ekowisata berdampak positif terhadap meningkatnya partisipasi masyarakat local, meningkatkan nilai ekonomi, sebagai area untuk penelitian dan pengembangan, mendukung upaya konservasi dan pengelolaan lingkungan serta memberiakan solusi untuk permasalahan global terkait perubahan iklim.
Indonesia memiliki potensi ekositem mangrove yang luas sehingga kegiatan ini sangat menjanjikan.  Namun, walaupun demikian sebagai catatan kecil dalam pengelolaan ekosistem mangrove sebagai ekowisata harus memperhatikan beberapa hal penting. Diantaranya, dalam pengelolan sebaiknya sejak dini harus dipertimbangkan sampah hasil buangan para wisatawan, penggunaan kapal/katinting sebagai sarana transportasi sebaiknya diganti dengan perahu tanpa mesin untuk menghindari polusi suara dan polusi bahan bakar yang digunakan serta yang paling utama, diupayakan kegiatan ekowisata tidak sampai mempengaruhi atau mengubah keseimbangan ekosistem terutama hewan-hewan yang hidup di kawasan tersebut akibat frekuensi dan kapasitas wisatawan yang berkunjung yang meningkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar