Secara formal, Indonesia telah
diakui oleh masyarakat internasional sebagai negara kepulauan yang tertuang
dalam konvensi Hukum Laut Internasional atau United Nations Convention On the Law Of the Sea (UNCLOS-III) pada
tahun 1982 dan telah diratifikasi oleh Indonesia dalam Undang-undang No. 17
tahun 1985.Sebagai konsekuensinya, Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk
memperjelas dan menegaskan batas wilayahnya dalam bentuk peta dengan skala yang
memadai untuk menegaskan posisinya atau dapat pula dibuat daftar koordinat
geografis titik-titik garis pangkal untuk menarik garis pangkal kepulauan
disertai referensi datum geodetis yang diperlukan, yang menggambarkan perairan
pedalaman, laut teritorial, zone tambahan, zone ekonomi eksklusif (ZEE), dan
landas kontinen wilayah perairan Indonesia.
Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau yang beberapa
diantaranya merupakan pulau-pulau yang berbatasan dengan negara tetangga atau
dapat disebut dengan pulau perbatasan atau pulau terluar.Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor
78 Tahun 2005, Indonesia memiliki 92 pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga
seperti Malaysia, Vietnam, Filipina, Palau, Australia, Timor Leste, India, Singapura dan Papua Nugini. Diantara
92 pulau terluar ini, ada 12 pulau yang harus mendapatkan perhatian serius
dintaranya: pulau Rondo, pulau Berhala, pulau Nipa, pulau Sekatung, pulau
Marore, pulau Miangas, pulau Fani, pulau Fanildo, pulau Bras, pulau Batek,
pulau Marampit dan pulau Dana karena posisi dan keberadaannya sangat rentan
dipengaruhi oleh negara-negara tetangga.
Gambar 1. Pulau-Pulau Terluar Indonesia (http://ririungan.blogspot.com/)
Pulau-pulau terluar memiliki arti
strategis sebagai titik dasar
dari garis pangkal
lurus kepulauan Indonesia
dalam penetapan wilayah perairan
Indonesia; zona ekonomi
ekslusif Indonesia, dan
landas kontinen Indonesia; sebagai
beranda depan Negara
Republik Indonesia; dan
sebagai kawasan lalu lintas
pelayaran internasional. Selain itu, memiliki kekayaan
sumberdaya alam dan
jasa-jasa lingkungan (environmental services)
yang sangat potensial
untuk pembangunan ekonomi.
Wilayah perbatasan Indonesia
khususnya yang berkaitan dengan pulau-pulau terluar, masih dihadapkan
padapermasalahan kejahatan perbatasan seputar pelanggaran batas
wilayah,penyelundupan barang dan orang, infiltrasi terorisme, penangkapan ikan
ilegal,illegal logging, dan kejahatan HAM.Berbagai bentuk pelanggaran ini
kemudian memberikan dampak seriusterhadap dimensi kedaulatan negara dan
keamanan warga negara. Hinggasaat ini, Indonesia masih memiliki wilayah laut
yang ‘mengambang’ statusnyajika dilihat dari perspektif hak berdaulat (Zona
Tambahan, Zona Ekonomi Ekslusif,dan Landas Kontinen) sehingga seringkali memicu
konflik.
Hingga saat ini, batas wilayah
Indonesia dengan 10 negara tetangga belum seluruhnya terselesaikan yaitu dengan
Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Vietnam, India, Palau, Papua Nugini,
Timor Leste dan Australia. Salah satu permasalahan di perbatasan yang paling
fenomenal adalah sengketa Sipadan-Ligitan antara Indonesia dan Malaysia pada 17
Desember 2002, Bangsa Indonesia dikejutkan dengan keputusan Mahkamah
Internasional mengenai hak kepemilikan Malaysia yang sah atas Pulau
Sipadan-Ligitan.Berkaca pada peristiwa tersebut, maka setidaknya ada dua
permasalahan utama di perbatasan Indonesia yang harus segera diatasi. Pertama, belum adanya penetapan dan peraturan
yang jelas mengenai batas wilayah Indonesia, terutama untuk wilayah laut.
Kedua, tidak adanya wewenang yang jelas dalam pengelolaan pulau-pulau
perbatasan atau terluar.
Pengelolaan pulau-pulau
terluar terutama pulau-pulau
yang berbatasan langsung dengan negara
tetangga dilakukan setidaknya membawa
tiga misi yaitu; menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Repubfik
Indonesia, keamanan nasional, pertahanan negara,
dan menciptakan stabilitas
kawasan, pemanfaatan sumber daya
alam dalam rangka
pembangunan berkelanjutan dan memberdayakan
masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
Konsep pengelolaan dan pengembangan
pulau-pulau terluar Indonesia sebagai bentuk pertahanan dini terhadap ancaman
pengambilalihan hak kepemilikan dapat dilakukan melalui beberapa model
pengelolaan dan pengembangan seperti Realisasi Pengakuan Seluruh Kepulauan
Indonesia, Optimalisasi UU no 22 Tahun 1999, Pembuatan Daerah Wisata, Progam
Kuliah Kerja Lapang (KKL) Universitas, Meningkatkan Aksesibility Ke Pulau-Pulau
Terluar serta diperlukan upaya
Monitoring dan Evaluasi. Bentuk kerangka
konseptual dan rekomendasi solusi tersebut dapat menjadi langkah awal dalam
upaya penataan kembali pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dengan tetap
melibatkan seluruh pemangku kepentingan, sehingga terciptanya kedaulatan dan
stabilitas nasional.