Jumat, 08 Februari 2013

Pengelolaan dan Pengembangan Pulau Luar Indonesia

Secara formal, Indonesia telah diakui oleh masyarakat internasional sebagai negara kepulauan yang tertuang dalam konvensi Hukum Laut Internasional atau United Nations Convention On the Law Of the Sea (UNCLOS-III) pada tahun 1982 dan telah diratifikasi oleh Indonesia dalam Undang-undang No. 17 tahun 1985.Sebagai konsekuensinya, Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk memperjelas dan menegaskan batas wilayahnya dalam bentuk peta dengan skala yang memadai untuk menegaskan posisinya atau dapat pula dibuat daftar koordinat geografis titik-titik garis pangkal untuk menarik garis pangkal kepulauan disertai referensi datum geodetis yang diperlukan, yang menggambarkan perairan pedalaman, laut teritorial, zone tambahan, zone ekonomi eksklusif (ZEE), dan landas kontinen wilayah perairan Indonesia.
Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau yang beberapa diantaranya merupakan pulau-pulau yang berbatasan dengan negara tetangga atau dapat disebut dengan pulau perbatasan atau pulau terluar.Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005, Indonesia memiliki 92 pulau terluar yang  berbatasan langsung dengan negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, Filipina, Palau, Australia, Timor Leste, India, Singapura dan Papua Nugini. Diantara 92 pulau terluar ini, ada 12 pulau yang harus mendapatkan perhatian serius dintaranya: pulau Rondo, pulau Berhala, pulau Nipa, pulau Sekatung, pulau Marore, pulau Miangas, pulau Fani, pulau Fanildo, pulau Bras, pulau Batek, pulau Marampit dan pulau Dana karena posisi dan keberadaannya sangat rentan dipengaruhi oleh negara-negara tetangga.



Gambar 1.  Pulau-Pulau Terluar Indonesia (http://ririungan.blogspot.com/)
Pulau-pulau  terluar memiliki  arti  strategis sebagai  titik  dasar  dari  garis  pangkal  lurus  kepulauan  Indonesia  dalam  penetapan wilayah  perairan  Indonesia;  zona  ekonomi  ekslusif  Indonesia,  dan  landas  kontinen Indonesia;  sebagai  beranda  depan  Negara  Republik  Indonesia;  dan  sebagai  kawasan lalu  lintas  pelayaran  internasional.  Selain itu, memiliki  kekayaan  sumberdaya  alam  dan  jasa-jasa lingkungan  (environmental  services)  yang  sangat  potensial  untuk  pembangunan ekonomi.
Wilayah perbatasan Indonesia khususnya yang berkaitan dengan pulau-pulau terluar, masih dihadapkan padapermasalahan kejahatan perbatasan seputar pelanggaran batas wilayah,penyelundupan barang dan orang, infiltrasi terorisme, penangkapan ikan ilegal,illegal logging, dan kejahatan HAM.Berbagai bentuk pelanggaran ini kemudian memberikan dampak seriusterhadap dimensi kedaulatan negara dan keamanan warga negara. Hinggasaat ini, Indonesia masih memiliki wilayah laut yang ‘mengambang’ statusnyajika dilihat dari perspektif hak berdaulat (Zona Tambahan, Zona Ekonomi Ekslusif,dan Landas Kontinen) sehingga seringkali memicu konflik. 
Hingga saat ini, batas wilayah Indonesia dengan 10 negara tetangga belum seluruhnya terselesaikan yaitu dengan Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Vietnam, India, Palau, Papua Nugini, Timor Leste dan Australia. Salah satu permasalahan di perbatasan yang paling fenomenal adalah sengketa Sipadan-Ligitan antara Indonesia dan Malaysia pada 17 Desember 2002, Bangsa Indonesia dikejutkan dengan keputusan Mahkamah Internasional mengenai hak kepemilikan Malaysia yang sah atas Pulau Sipadan-Ligitan.Berkaca pada peristiwa tersebut, maka setidaknya ada dua permasalahan utama di perbatasan Indonesia yang harus segera diatasi.  Pertama, belum adanya penetapan dan peraturan yang jelas mengenai batas wilayah Indonesia, terutama untuk wilayah laut. Kedua, tidak adanya wewenang yang jelas dalam pengelolaan pulau-pulau perbatasan atau terluar.
Pengelolaan  pulau-pulau  terluar  terutama  pulau-pulau  yang  berbatasan langsung dengan  negara  tetangga  dilakukan setidaknya  membawa  tiga  misi yaitu; menjaga  keutuhan  Negara  Kesatuan  Repubfik  Indonesia,  keamanan  nasional, pertahanan  negara,  dan  menciptakan  stabilitas  kawasan, pemanfaatan  sumber daya alam  dalam  rangka  pembangunan  berkelanjutan dan memberdayakan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
Konsep pengelolaan dan pengembangan pulau-pulau terluar Indonesia sebagai bentuk pertahanan dini terhadap ancaman pengambilalihan hak kepemilikan dapat dilakukan melalui beberapa model pengelolaan dan pengembangan seperti Realisasi Pengakuan Seluruh Kepulauan Indonesia, Optimalisasi UU no 22 Tahun 1999, Pembuatan Daerah Wisata, Progam Kuliah Kerja Lapang (KKL) Universitas, Meningkatkan Aksesibility Ke Pulau-Pulau Terluar  serta diperlukan upaya Monitoring dan Evaluasi.  Bentuk kerangka konseptual dan rekomendasi solusi tersebut dapat menjadi langkah awal dalam upaya penataan kembali pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dengan tetap melibatkan seluruh pemangku kepentingan, sehingga terciptanya kedaulatan dan stabilitas nasional.


Jalan Menuju Eiffel, Perancis

 Dari mimpi, yang diikuti dengan doa dan usaha insyaAllah cita-cita itu bisa tercapai. Kalimat inilah yang selalu menjadi motivasi saya hingga akhirnya bisa melanjutkan studi di negeri Napoleon, Perancis. Setelah menyelesaikan studi S1 pada program Besiswa Unggulan Abalone, Program Studi Budidaya Perairan (BDP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Universitas Haluoleo (Oktober 2010), saya melanjutkan studi dengan  mendaftar di salah satu universitas di Jawa “Universitas Diponegoro” (UNDIP) pada program Magister Manajemen Sumberdaya Pantai (MSDP) Konsentrasi Perencanaan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan (PPSK), tahun 2011 dan lulus melanjutkan studi di University of La Rochelle “Université de La Rochelle” (ULR), Perancis tahun 2012 melalui beasiswa Double Degree Indonesia Perancis (DDIP), Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI).  Program magister ini merupakan program double degree yang didesain dimana mahasiswa melaksanakan perkuliahan tahun pertama (M1) di Indonesia dan tahun kedua di Perancis (M2), (termasuk melakukan penelitian untuk thesis) dengan persyaratan-persyaratan tertentu.

Memang benar, namanya kuliah pasti tidak enak dan tentunya super sibuk. Apalagi untuk taraf S2 yang menuntut mahasiswa untuk mengembangkan konsep-konsep dengan pola pikir kritis dan ide-ide cemerlang. Dosen-dosen yang memberikan kuliah dengan kualifikasi doctor dan professor yang tentunya menuntut mahasiswa untuk bisa mengikuti pola pikir dan teknik pengajaran mereka, yang sangat jauh berbeda dengan jenjang S1.

Bercerita tentang pengalaman kuliah di tahun pertama (UNDIP), banyak kenangan yang secara pribadi tak terlupakan.  Namanya juga program double degree, proses perkuliahan selama setahun (tapi sbenarnya hanya 8 bulan), semua mata kuliah, proses persiapan dan seleksi pemberangkatan dilakukan selama jangka waktu tersebut. Seumur-umur baru kali pertama melakukan perkuliahan (kuliah materi megister dan kursus bahasa) dari 07.00 pagi hingga 17.00 sore (Senin-Kamis, terkecuali Jum’at hanya setengah hari).  Sebenarnya untuk mata kuliah megister sendiri hanya membutuhkan 3-4 jam sehari, selebihnya digunakan untuk kursus bahasa Perancis. Terkadang berfikir, sebenarnya yang menjadi mata kuliah adalah bahasa Perancis sedangkan kursunya adalah mata kuliahnya (yah begitulah).  Bukan kuliah namanya jika bebas dari tugas.  Dengan jam perkuliahan yang padat, sampai-sampai saya pribadi tidak bisa membagi waktu (sehingga beberapa kali tidak mengikuti perkuliahan (kursus bahasa), karena harus menyelesaikan tugas-tugas kuliah). Ternyata hal ini, tidak hanya terjadi pada saya, tetapi pada teman-teman yang lainnya.  Hingga beberapa kali kejadian, mahasiswa yang mengikuti kursus sangat sedikit dan bahkan tidak mencukupi setengah, sehingga menyebabkan pengajar bahasa menjadi marah (yah, apa boleh buat…!!!).

Pasukan MSDP 2011

Kursus bahasa perancis, seru, mengesankan, menegangkan dan membosankan juga sih….! Tanggal 21 September 2011, hari pertama mengenal, mengetahui, melihat dan mendengar bahasa perancis.  Dengan basic “zero” yang sama (sekelas sebanyak 25 mahasiswa), kami memulai belajar bahasa perancis.  “Lucu”, itu tanggapan awal saya pada saat itu.  Bagaimana tidak, kami belajar bahasa tersebut seolah-olah sebagai anak yang baru mulai berbicara. Sesekali menoleh ke arah teman-teman dengan serius dan bentuk mulut yang tidak karuan, mempraktekkan bahasa tersebut (sebenarnya saya juga sih..hahhahahaa). Berawal dari pengucapan alphabet, aturan grammer, menghafal kosa kata, menyusun sebuah kalimat hingga mempraktekkan dalam sebuah percakapan dan tulisan.  Bersyukur, kami diajar oleh dosen-dosen yang telah mahir berbahasa perancis dan beberapa native speaker perancis. “Seru” ketika diajar oleh native speaker, diawal seolah-olah belajar 2 bahasa, karena untuk mengetahui apa yang diajarkan, kita harus menerjemahkan kedalam bahasa inggris (hehehhee).  Beberapa lama kemudian, menjadi “menegangkan”. Bagaimana tidak, dengan kemampuan kami yang masih minim, native speaker memberikan pertanyaan dan memaksa untuk menjawab tanpa boleh melihat kamus dan bertanya kepada teman yang lain (teman yang lain nggak mau ambil resiko juga karena takut pertanyaannya beralih ke-dia atau diceramahi). Karena persistiwa ini pula beberapa teman-teman biasanya menjadi takut mengikuti kursus dan bahkan tidak mau masuk.  “Membosankan” kalo ini biasanya terjadi pada saya pribadi.  Jika malamnya sudah begadang ataupun tidak mempunyai cukup waktu untuk istirahat, proses kuliah maupun kursus tidak ada yang tersangkut, yang ada hanya menguap tanpa henti. Apalagi didukung angin sepoi-sepoi AC, mengantuknya bertambah. Dampkanya, terkadang menjadi bosan dan kepingin pulang lebih awal.

Untuk lanjut ke Perancis, bukan hal yang mudah.  Beberapa persyaratan yang wajib dipenuhi oleh seorang kandidat untuk bisa lulus.  Nilai IPK > 3,50, memiliki project research, dan memiliki standar nilai bahasa perancis (DELF).  Selain itu, kandidat harus bisa mempresentasikan project research (meskipun belum tentu sama yang akan diteliti pada saat lulus di Perancis) mereka didepan profesor perancis yang datang secara langsung untuk menyeleksi.  Dengan kuota beasiswa yang terbatas hanya sekitar 5-6 orang, kami sejumlah 25 mahasiwa harus bersaing satu sama lainnya.

Proses seleksi oleh professor dari perancis dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada bulan Oktober (2011), serta Maret dan April (2012).  Seleksi pertama, bertindak sebagai penyeleksi Dr. Gilles Radenac dari Université de La Rochelle (URL), seleksi kedua dilakukan oleh Prof. Nathalie Bourguignon dari Université de Bretagné Occidental (UBO) dan Prof. Valérie Stiguard dari Université de Bretagné Sud (UBS), dan seleksi ketiga oleh Dr. Julien Thébault dari Université de Bretagné Occidental (UBO). Pada proses seleksi, kami mempresentasikan research project yang akan diteliti. Saya pribadi memperesentasikan tentang “THE EFFECT OF γ -AMINOBUTIRYC ACID (GABA), HIDROGEN PEROKSIDA (H2O2) AND MUCUS ON SETTLEMENT RATE OF LARVAE ABALONE Haliotistu berculata atau L'EFFET DE γ-AMINOBUTYRIQUE ACID (GABA), HYDROGENE PEROXYDE (H2O2) ETDE MUCUS SUR LE TAUX DE LA FIXATION DE LARVE DE L’ABALONE Haliotis tuberculata”. Pada seleksi pertama kami menggunakan bahasa Inggris (karena baru mengikuti kuliah bahasa selama 2 minggu).  Tahap seleksi kedua, dengan kemapuan seadanya, kami mencoba mempresentasikan dalam bahasa perancis.  Untuk seleksi ke-3 dilakukan via skype dan tidak semua mahasiswa yang berhasil lulus untuk presentasi ketiga ini.  Saat itu, saya salah satu mahasiswa yang tidak terseleksi untuk lulus mengikuti seleksi tersebut.  Betapa sedihnya kala itu, serasa jatuh dan tidak mempunyai kesempatan lagi untuk lulus di Perancis (Stress melanda).  Namun, kepercayaan selalu memotivasi bahwa jika sudah menjadi rejeki saya,  bagaimanapun dan apapun caranya, insyaAllah saya akan mendapatkannya.  Proses demi proses berlanjut hingga akhirnya bulan Juni 2012 keluarlah 7 nama yang berhasil terseleksi dan mendapatkan Letter of Acceptance (LoA) dari beberapa universitas yang berbeda dengan dua jenis beasiswa (BU BPKLN dan BU DIKTI).  Saya sendiri, Alhamdulillah berhasil mendapatkan LoA di University of La Rochelle (Université de La Rochelle).
Yeah Pose Depan Rektorat Kampus ULR
Perjuangan belum berakhir sampai disitu. Saya pibadi, harus berkali-kali pergi-pulang Jakarta-Semarang untuk mengurus berkas-berkas di DIKTI, paspor, visa dan beberapa persyaratan lainnya.  Perjalanan Semarang ke Jakarta sudah seperti Kendari-Moramo (Kampung saya) karena keseringan.  Tidur di kerata dan menginab di Stasiun bukan hal yang lumrah lagi bagi saya.  Banyak kenangan di Jakarta, mandi di stasiun hingga dempet-dempetan di busway.  Bahkan, si penjaga kamar mandi di stasiun Pasar Senen tempat saya biasa mandi pagi dan juga numpang sholat diruangan khususnya, hafal dengan muka saya.  Begitu keras perjuangan, dan hingga akhirnya saya meyakini bahwa “untuk mendapatkan buah yang manis, kita harus bekerja keras terlebih dahulu”.

Saat ini saya sedang kuliah di program Master 2 di bawah fakultas “Science pour l’Environnement (Ilmu Lingkungan), Spécialité Écologie et Dynamique des Littoraux et Estuaires (Spesialisasi Ekologi dan Dinamika Pantai dan Estuari), Université de La Rochelle, France. Sekarang saya sedang melakukan research mengenai Pencemaran Teluk Kendari, lebih spesifik dengan judul “Evaluation de la Toxicité de Sédiment de la Biae de Kendari (Sulawesi, Indonésie) par l’Utilisatin Bio-essai (Evaluasi Tingkat Toksisitas Sedimen Teluk Kendari Melalui Bio-essai).  Dalam penelitian ini, saya akan menggunakan larva bulu babi (Paracentrotus lividus) dan kerang (Crassostrea gigas) dengan indikator tingkat kenormalan dan biodisponibility larva. 
Persentasi Tugas Kelompok 
Akhir kata, semoga sepenggal kisah ini dapat mejadi pelajaran dan motivasi bagi teman-teman yang mempunyai keinginan untuk melanjutkan studi di luar negeri khusunya di Perancis.  Mohon doa dan dukungannya, agar saya dan teman-teman yang lain bisa selesai dan lulus sesuai dengan harapan… (Amin),..!
Best Regards